Rusia bukan hanya identik dengan Vladimir Putin. Rusia juga lekat pada satu legenda, Soekarno, Presiden Republik Indonesia. Gelora Bung Karno, Monumen Tugu Tani, dan Rumah Sakit Persahabatan adalah jejak dan bukti eratnya hubungan diantara kedua negara. Jangan lupa juga, Fakultas Teknik Universitas Pattimura adalah rintisan kerjasama Indoensia dan Rusia. Di kala negara Barat memata-matai Soekarno karena sikap kritisnya terhadap kapitalisme Barat, Rusia adalah kawan taktis Presiden Soekarno. Nampaknya bukan saja Soekarno membutuhkan dukungan Rusia, yang sejak 1947 sudah mengakui kedaulatan bangsa kita, tetapi juga Rusia mengagumi dang menghormati Soekarno baik karena pesona pribadi maupun kapasitas politiknya.
Kalau Anda pergi ke Uzbekistan, sebuah republik di Asia Tengah, maka Anda diiizinkan untuk mendekati langsung makam Imam Bukhary, perawi hadist yang terkenal itu. Karena Anda berasal dari Indoensia, sementara pengunjung asing lainnya tidak boleh. Dan itu karena Soekarno. Sang proklamator ini pernah meminta pemimpin Rusia, Nikita Kruschev untuk mencari, menemukan, dan memugar makam Imam Bukhary. Suatu tim khusus tentara merah akhirnya menemukan makam Imam Bukhary dan Soekarno memperoleh kehormatan untuk ikut meresmikan tempat ziarah tersebut. Sayangnya, jejak Soekarno hilang dalam perjalanan sekarang. Usai Uzbekistan lepas dari Rusia pada 1991, dokumen peran Soekarno tidak meninggalkan bukti otentik lagi.
Presiden Soeharto, pada pertengahan tahun 1990-an pernah pula mengunjungi kawasan ini, dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Gerakan Non Blok. Soeharto meninggalkan sebuah buku yang dipsang di masjid dalam kompleks makam Imam Bukhary yang dapat dilihat oleh setiap pengunjung yang datang ke sana. Memang, setelah Soeharto berkuasa setelah peristiwa G30S 1965, hubungan diplomatik dengan Rusia membeku hingga awal 1990-an saat Soeharto berkunjung ke sana di era Michael Gorbachev sebagai Presiden. Tahun 1991 Rusia, yang dikenal sebagai Uni Soviet bubar dan terpecah-pecah menjadi lusinan negara, termasuk Federasi Rusia sekarang.
Kembali ke Soekarno. Igor Kahzmade, yang pernah menjadi penerjemah Soekarno dalam kunjungan tahun 1956, 1960 dan 1961, pernah memberikan kesaksian betapa alumni ITB ini fasih berpidato dengan kata-kata yang memukau. Dengan gaya ini, publik Rusia saat itu kemudian tertarik dan mulai mengenal Indonesia. Kahzmade menuturkan bahwa sebagai pribadi Soekarno merupakan sosok yang percaya diri.
Kahzmade, yang pernah bertugas di Kedutaan Soviet di Surabaya dan mengasuh siaran berbahasa Indonesia di Radio Moskow, mengatakan bahwa Soekarno mempunyai suara yang merdu. Dalam kunjungan ke Rusia pertama kali 1956, ia menyanyikan lagu Rayuan Pulau Kelapa, menjadikan lagu itu digemari orang Rusia hingga sekarang. Orang Rusia juga kagum dengan penampilan Soekarno termasuk pecinya.
Pada 5 Juni 1956, Soekarno kembali datang ke Rusia dan merayakan ulang tahunnya ke sana. Soekarno dijamu di Kremlin, jantung kekuasaan Rusia, yang saat itu tidak tiap pemimpin negara bisa diterima. Soekarno dipersilakan menggunakan kapal pesiar pribadi Stalin, dan bertemu dengan pekerja film Rusia. Hal yang unik adalah saat Soekarno diminta mengunjungi St. Petersburg atau Leningrad. Dalam rencana itu, Soekarno terperanjat menyaksikan betapa banyak masjid, termasuk gereja, yang diubah menjadi gudang persenjataan. Terutama semasa Perang Dunia II. Soekarno mengancam membatalakn kunjungan ke St. Petersburg, kecuali jika penguasa Rusia bersedia memugar dan mengembalikan ke fungsi asal sebuah masjid di jantung kota itu. Jadilah bangunan, yang menurut Soekarno mampu menampung 3000 jamaah itu dipugar dan dikembalikan lagi sebagai mesjid. Bangunan itu diekanl sebagai mesjid Biru dan masih lestari hingga sekarang. Tiap orang Rusia pasti akan menghubungkan keberadaan bangunan itu dengan Soekarno, Presiden Indoensia.
0 comments:
Post a Comment